KUALA KAPUAS (eMKa)- Petani sayur mayur di Desa Maluen, Kecamatan Basarang, Kabupaten Kapuas berhasil memanen terong sekitar 72 kilogram dengan menggunakan metode mulsa tanpa olah tanah (MTOT) dan pupuk organik cangkang telur, pada Kamis (12/12).
Petani itu adalah Ismat. Lelaki sepuh tersebut sudah 10 tahun terakhir mencoba peruntungan sebagai petani hortikultura di Kapuas dan satu dekakde terakhir menggunakan metode pertanian konvensional.
“Kalau MTOT sejak pertengahan tahun 2024 lalu. Dari Agustus tanam sekarang sudah enam kali panen dengan total akumulasi 210 kilogram,” ujar Ismat kepada awak media saat journalist visit (JV) di Maluen, mengakui hasil panen yang terdongrak.
Metode MTOT yang dikenal Ismat dari Yayasan Field Indonesia lewat program Udara Bersih Indonesia (UBI) memungkinkan petani memakai mulsa organik seperti rumput liar di sekitar kebun untuk menutup tanah.
Kata Ismat, mulsa alami tersebut membuat tanah menjadi lembap dan menekan biaya produksi, tak perlu lagi membeli mulsa plastik.
Hendrik, pendamping program UBI di Maluen, bilang metode ini sudah diterapkan Ismat di tanaman lain seperti mentimun dan cabai. Ia mengapresiasi kerja-kerja dampingannya di desa tersebut.
“Semuanya lancar. Kita juga memakai pupuk cangkang telur. Semua organik. Kalau pun kendala adalah mulsa alami yang sulit dicari. Biasanya kami cari di sekitar kebun,” ujarnya.
Apresiasi Stakeholders
Kepala Desa Maluen, Safri, menyampaikan rasa syukurnya atas hasil panen yang diperoleh dari kebun milik Ismat. Ia juga mengucapkan terima kasih atas kesempatan yang diberikan pagi itu.
Dalam pernyataannya, Safri menyampaikan apresiasi kepada Yayasan Field Indonesia melalui program Ubi yang telah memberikan manfaat besar bagi warga Desa Maluen, khususnya para petani.
Ia berharap program ini dapat terus berjalan untuk meningkatkan perekonomian masyarakat Desa Maluen, terutama para petani hortikultura. Safri juga berharap program ini dapat memberikan manfaat yang berkelanjutan di masa depan demi mendukung kesejahteraan petani di desanya.
Sementara itu, Kepala Bidang Penyuluhan Pertanian, Dinas Pertanian Kabupaten Kapuas, Dwi Purnamasari, mengungkapkan potensi besar Desa Maluen dalam pengembangan hortikultura.
Ia menegaskan bahwa dengan pengelolaan yang baik dan usaha masyarakat yang optimal, potensi ini dapat dimaksimalkan untuk meningkatkan hasil pertanian.
“Desa Maluen memiliki potensi pengembangan hortikultura yang sangat besar. Usaha budidaya yang dikelola dengan baik pasti akan memberikan hasil maksimal,” ujarnya.
Komoditas unggulan hortikultura di Kabupaten Kapuas meliputi berbagai tanaman, seperti sawi, terong, bunga kol, pakcoy, selada, dan cabai. Selain itu, buah-buahan seperti nanas madu, jeruk, cempedak, dan salak juga menjadi produk andalan.
Ia juga mendukung metode pemanfaatan mulsa organik untuk meningkatkan kesuburan tanah. “Metode ini sangat baik karena memanfaatkan mulsa alami seperti rumput atau jerami yang sebelumnya tidak digunakan. Ini diolah menjadi pupuk organik alami, sehingga mampu mengurangi penggunaan bahan kimia dan menambah unsur hara tanah,” jelasnya.
Dwi berharap metode tersebut terus dikembangkan dan disosialisasikan kepada masyarakat, mengingat manfaatnya yang besar dalam mendukung pertanian berkelanjutan.
Perlu Lebih Intensif
Fasilitator Field Indonesia Kalimantan Tengah, Suhada, menilai hasil panen di Desa Maluen cukup memuaskan jika dibandingkan dengan metode konvensional. Namun, ia menekankan pentingnya pendampingan lebih intensif untuk penerapan metode MTOT di wilayah tersebut.
“Alhamdulillah, petani di sini sudah mau menerapkan MTOT,” ujar Suhada.
Ia menjelaskan bahwa ketersediaan bahan mulsa di Desa Maluen sebenarnya cukup melimpah, mengingat banyaknya lahan kosong yang menghasilkan jerami dan rumput liar. Namun, karena program ini masih dalam tahap awal, para petani belum sepenuhnya menguasai teknik MTOT yang direkomendasikan.
Menurut Suhada, salah satu tantangan utama dalam penerapan MTOT adalah mengubah pola pikir petani yang terbiasa menggunakan pupuk kimia dan mulsa plastik. “Perubahan ini harus dilakukan secara bertahap. Tetapi, beberapa petani sudah mulai beralih menggunakan mulsa organik dari jerami dan rumput,” jelasnya.
Selain itu, kondisi lahan rawa di Desa Maluen juga menjadi kendala, terutama saat musim hujan yang kerap menyebabkan banjir. Meski begitu, hasil panen dari diversifikasi tanaman seperti terong, timun, dan cabai memberikan optimisme. Sebagai contoh, panen hari ini menghasilkan 72 kilogram terong dari bedengan sepanjang 20 meter.
“Harapannya, program ini bisa berlanjut agar pendampingan lebih intensif dan penerapan MTOT semakin optimal. Dengan begitu, hasil panen di masa depan bisa lebih maksimal,” tutup Suhada.
Pendekatan MTOT yang ramah lingkungan ini diharapkan mampu meningkatkan produktivitas sekaligus mendukung keberlanjutan sektor pertanian di Desa Maluen. (dmo/jrx)