BANJARBARU (eMKa) – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan tidak menerapkan praktik pilih kasih dalam penanganan kasus Gubernur Kalimantan Selatan, Sahbirin Noor. Meski telah berstatus tersangka sejak Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada 6 Oktober lalu, Sahbirin masih belum ditahan dan tetap menjalankan tugas sebagai kepala daerah. Kasus yang melibatkan Sahbirin ini terkait proyek di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Pemprov Kalimantan Selatan, di mana ia dan enam orang lainnya ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.
Menanggapi berbagai spekulasi publik terkait penanganan kasus ini, juru bicara KPK, Tessa Mahardika Sugiarto, menampik anggapan bahwa KPK bersikap tebang pilih. Ia menegaskan penyidikan kasus ini berjalan sesuai prosedur tanpa intervensi politik.
“Bahwa ada tudingan saudara SN ini pilih kasih, tebang pilih, segala macam, itu tentunya KPK tidak berpolitik. Terbukti bahwa yang bersangkutan sudah dilakukan percekalan, juga sudah ditetapkan sebagai tersangka,” kata Tessa dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (29/10/2024), mengutip Suara.com.
Lebih lanjut, Tessa menyampaikan bahwa kewenangan untuk memeriksa saksi dan tersangka, serta penahanan, berada sepenuhnya di tangan penyidik. Langkah-langkah dalam penyelidikan dijalankan dengan ketat untuk memastikan kelancaran proses hukum.
“Tentunya kita menunggu proses penyelidikan apa saja yang nanti akan dilakukan oleh penyelidik. Dan ke depan kita sama-sama kawal agar tidak terjadi hal-hal yang dapat mengganggu jalanan proses penyelidikan itu sendiri. Seperti pihak-pihak yang mencoba untuk mempengaruhi saksi atau mengganggu proses penyelidikan,” jelas Tessa.
KPK juga memperingatkan agar tidak ada upaya menghambat penyidikan, memastikan bahwa prosesnya berlangsung secara terbuka, profesional, dan bebas dari tekanan pihak mana pun.
“Biarkan KPK melakukan proses penyelidikan dengan terbuka, transparan, dan profesional sehingga nanti akan terang apabila perkaranya ini sudah dilimpahkan ke pengadilan,” tutupnya.
Kasus ini diwarnai dengan penyitaan sejumlah barang bukti, termasuk uang sebesar Rp 12,1 miliar dan 500 dolar AS yang diduga merupakan bagian dari fee proyek untuk Sahbirin. Selain Sahbirin Noor, enam orang lainnya juga menjadi tersangka, di antaranya pejabat Dinas PUPR Kalsel serta pihak swasta yang diduga terlibat dalam aliran dana proyek tersebut. (jrx/dmo)